Jumat, 19 Agustus 2011

Pada Rasa Yang Selalu Saja Mengggoda


Pada Rasa Yang Selalu Saja Mengggoda

Walau ku nikmati indah hadirmu
Dalam pesona nan memukau hati
Ku yakin,
Kembali ini hanya bayang gelap
Yang menari membuai melenakan
Otak sadarku
Yang menghalangi sisi terang nyata
Lalu kemudian,
Merundukkanku dalam gelap kecewa

Maafkan,
Bila hanya sesaat kusentuh hadirmu
Biarkan kubuka ke dua belah mata ini
Agar tak terlalu jauh membawaku
Dalam buai nikmat hadirmu


Sampangan, 25 Juni 1997
Abank nan nyata

Senin, 08 Agustus 2011

Memberdayakan atau memperdayakan


Kata memberdayakan dan memperdayakan, dua kata yang hampir sama penulisan dan pengucapannya, ternyata memiliki arti yang sangat berlawanan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kedua kata itu, disebutkan berasal dari kata dasar yang sama yaitu “daya” yang berarti  (1) kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak; (2) kekuatan; tenaga (yang menyebabkan sesuatu bergerak dsb); (3) muslihat: ia melakukan segala tipu -- untuk mencapai maksudnya; (4) akal; ikhtiar; upaya: ia berusaha dengan segala -- yang ada padanya.

Intinya “daya” memiliki dua arti yang berlawanan yaitu yang positif sebagai sesuatu kemampuan atau kekuatan dan yang berarti negatif sebagai kata yang berarti muslihat atau tipuan meski kata menipu juga tidak selalu negatif seperti pada kata “pemain itu berhasil menipu penjaga gawang”.

Dalam KBBI juga disebutkan  bahwa memberdayakan berarti membuat berdaya, sementara berdaya memiliki maksud berkekuatan; berkemampuan; bertenaga; atau mempunyai akal (cara dsb) untuk mengatasi sesuatu dsb;Sehingga jika kita menggunakan kata memberdayakan misalnya dalam kalimat yang belakangan sering muncul seperti, “Pemerintah berupaya untuk terus memberdayakan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan.” Kata memberdayakan dalam kalimat tersebut bisa diganti dengan “meningkatkan kemampuan”.

Sementara kata memperdayakan, dalam KBBI disamakan penggunaanya dengan kata memperdaya, yang berarti melakukan tipu muslihat; atau menipu. Kata memperdaya, sering kita baca dalam berita-berita kriminal seperti “Penipu yang berkewarganegaraan asing itu berhasil memperdaya teman kencannya, dengan berpura-pura meminjam uang untuk berusaha.” Kata memperdaya dalam kalimat itu bisa diartikan dengan kata menipu yang penekanannya lebih kuat, karena sang teman kencan menjadi terlihat telah tertipu mentah-mentah.

Belum lama ini, sebuah bank lokal yang tergolong menengah dari segi aset meluncurkan sebuah program baru yang merupakan penggabungan dari dua program yang telah berjalan sukses sebelumnya dengan menggunakan kata Daya.  Program Daya ini diluncurkan untuk lebih memberdayakan nasabah bank itu yang kebanyakan adalah pensiunan dan pengusaha kecil menengah.

Jangan salah menilai, meski hanya bermain di segmen pensiunan dan usaha kecil menengah, bank yang mayoritas sahamnya dimiliki asing ini, dalam tiga tahun ini berhasil tumbuh dengan pesat dari segi laba dan asetnya, berkat upayanya dalam memberdayakan pensiunan dan pengusaha kecil menengah yang jumlahnya mencapai sekitar 800 ribu orang.

Upaya pemberdayaan pensiunan dan UKM dilakukan dengan berbagai aktivitas atau kelas pelatihan yang dilakukan di sekitar 1.100 jaringan kantor bank itu di seluruh Indonesia. Program pemberdayaan ini justru merupakan kunci utama keberhasilan pertumbuhan kinerja bank ini.

Memberdayakan pensiunan dan UKM, dalam konteks yang dilakukan bank ini terlihat kongkrit mampu meningkatkan kemampuan para nasabah setidaknya dalam mengelola dana pension dan menjalankan usaha kecilnya. Apalagi ternyata memberdayakan nasabah justru mendatangkan keuntungan besar bagi bank lokal dengan mayoritas kepemilikan asing itu.

Program memberdayakan nasabah  yang menguntungkan ini tentunya bukan untuk memperdaya mereka, karena masyarakat sudah pandai untuk membedakan program yang menguntungkan atau menipu mereka.

Semoga peluncuran program Daya dari sebuah bank yang digelar di sebuah tempat yang mewah di Jakarta dan acara yang megah pula itu, benar-benar memberdayakan masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya tanpa maksud memperdayakan mereka.

Jakarta, 9 Agustus 2011

Rabu, 13 Juli 2011

PUISI-PUISI CINTAKU

Periode 1997 – 2000, di masa berpacaran terutama saat kami terpisah antara Jakarta dan Semarang, merupakan masa produktifku dalam melahirkan puisi-puisi cinta, yang berisi ungkapan kerinduan dan kebahagiaan merasakan cinta yang bergelora… beberapa puisi akan aku tulis ulang sekaligus untuk merasakan kembali rasa dan suka pada peristiwa-peristiwa saat cinta bersemi.

(ditulis sesuai aslinya)

 
puisi baru lagi (biasa…)
(20Juni1997)

biru hati di hari ini
seakan menghapus warna gelap
yang mengental mengeruhkan setiap pikir
akankah biru,
kan terus membentang bidang hati
ataukah hanya semburat lalu
yang hilang diterpa bayu
wahai biru…
mungkinkah kau
dapat bersemayam
dalam relung hangat kalbu
atau kebiruanmu
hanya mengundang merah hitam
keperihan hati

biru, asaku
tak sebiru masaku
yang gamang terombang
gelisah

namun biru,
kau telah cetuskan satu haru
walau tak mampu kekalkan
birumu dalam ruang kalbuku

biru,ku tahu
satu saat
warnamu kan semarakkan
seluruh sisi hati
pantulkan bayang kebiruanmu
dalam segenap tegap langkah hidupku

biru,
ku tahu yang ku mau
tahu…

*abang brengsek*

Senin, 11 Juli 2011

CSR KONGKRIT DAN BERMANFAAT

MENDORONG KARYAWAN PUNYA "HATI" DENGAN PERMATAHATI

     Jakarta, 11/7 - Beberapa minggu belakangan ini staf dan pimpinan di bagian corporate affair Bank Permata terlihat lebih sibuk dari biasanya karena mereka punya "gawe" untuk menyiapkan acara kampanye "Unite for Education" yang digelar Minggu (10/7) kemarin.
     Kampanye "Unite for Education" merupakan salah satu program CSR (Corporate Social Responsibility atau Tanggungjawab Sosial Perusahaan) yang dimiliki Bank Permata yang dinamakan Permatahati.
     Berbeda dengan program CSR perusahaan lain, program Permatahati merupakan program CSR yang dilakukan oleh setiap individu di Bank Permata mulai dari karyawan terendah sampai pimpinan tertinggi dan komisaris perusahaan.
     "Permata Employee Voluntary" demikian konsep CSR di Bank Permata, seperti dikatakan Executive Vice President Head Corporate Affair Bank Permata Leila Djafaar pekan lalu.
     Dengan konsep ini, semua karyawan Bank Permata dari atas sampai bawah yang mencapai 5.500 orang wajib melakukan kerja sosial pribadi yang dikaitkan dengan program Permatahati yang memfokuskan pada dunia pendidikan.
     Kerja sosial pribadi di bidang pendidikan ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembangunan sumber daya manusia, peningkatan fasilitas dan penguatan komunitas.
     Untuk pembangunan sumber daya manusia dibagi lagi menjadi tiga kerja yaitu pendidikan perbankan untuk siswa, pelatihan guru dan mengajar kelas umum. Sementara untuk peningkatan fasilitas dilakukan dengan pembangunan perpustakaan sekolah, fasilitas olahraga dan umum sekolah lainnya. Sedangkan untuk penguatan komunitas dilakukan dengan pembangunan koperasi sekolah dan pelatihan wirausaha.
     Di luar ketiga bidang kerja sosial itu, ada juga menu lain seperti donor darah.
     "Dengan tiga kategori kerja sosial pendidikan yang kita tetapkan, karyawan bisa memilih sesuai kemampuannya dan mereka kita beri cuti satu hari khusus dalam setahun untuk melakukan kerja sosial itu," kata Leila.
     Setiap kerja sosial yang dilakukan oleh karyawan akan dicatat melalui buku kecil seperti pasport dan mendapatkan nilai sesuai kerja sosial yang dilakukan karyawan itu, mulai nilai satu untuk kerja yang ringan sampai empat untuk yang sulit.
     Setiap poin yang dikumpulkan akan mendapatkan stiker untuk ditempel di buku kecil tersebut dan setiap 10 stiker yang dikumpulkan akan menghasilkan satu beasiswa pendidikan bagi seorang anak tidak mampu.
     "Sejak diluncurkan Oktober 2010, sampai Juni ini sudah terkumpul 5.000 poin yang artinya perusahaan harus mengeluarkan beasiswa pendidikan bagi 500 anak mulai tahun ajaran ini," katanya.
     Menurut Leila, konsep CSR seperti ini lebih mendorong karyawan untuk ikut serta melakukan kegiatan sosial yang kongkrit terutama di bidang pendidikan, sehingga karyawan bisa melihat dan merasakan sendiri bahwa kerja sosialnya benar-benar bermanfaat sangat besar bagi anak-anak yang membutuhkan.
     "Kalau perusahaan cuma beri beasiswa pendidikan ke anak-anak itu sangat mudah sekali, tetapi kami ingin karyawan juga tergerak langsung melakukan kegiatan sosial ini sekaligus untuk menumbuhkan jiwa sosial mereka," katanya.
     Manfaat menumbuhkan jiwa sosial dalam program Permatahati yang melibatkan karyawan ini benar-benar dirasakan karyawan seperti yang disampaikan staf corporate affairs Alfianto Domy Aji yang sejak awal tahun ini sering melakukan kerja sosial bersama sejumlah teman sejawatnya.
     Pada Februari lalu, bersama sejumlah karyawan Bank Permata lainnya, Domy memperbaiki bangunan SDN I Pundong-Bantul Yogya yang terkena gempa beberapa tahun yang lalu, dan Maret lalu melakukan bersih-bersih dan penyiapan ruang kelas baru di SDN 01 Sukalaksana-Pengalengan Jabar.
     "Ikutan kerja sosial semacam ini menarik karena selain melatih kepekaan dan kepedulian terhadap saudara-saudara kita yang kurang beruntung sekaligus juga membuat warna kehidupan dari rutinitas kerja sehari-hari," katanya.
     Warna lain kehidupan yang dirasakannya, antara lain saat bersama teman-teman di Corporate Affairs Bank Permata bernyanyi bersama-sama diiringi gitar akustik dengan para murid SD Sukalaksana-Pengalengan.
     "Rasanya seperti mengadakan konser 'akbar' karena halaman sekolah dipenuhi para murid yang antusias bernyanyi dan sangat atraktif", ujar Domy, yang saat ini telah mengumpulkan lebih dari 20 poin atau telah menghasilkan dua beasiswa bagi dua anak yang tidak mampu.
     Semangat kerja sosial ini, bahkan saat ini telah menjadi tren di kalangan karyawan Bank Permata untuk berlomba-lomba mengikuti kegiatan CSR mengingat aktifitas ini juga telah masuk dalam poin kinerja karyawan.      "Enggak ikut CSR enggak gaul. Itu semboyan yang beredar di kalangan karyawan Bank Permata saat ini," katanya.
     Kewajiban perusahaan untuk melakukan program CSR di Bank Permata tampaknya telah berhasil ditranformasi bukan saja milik perusahaan tetapi juga kewajiban bagi setiap karyawan agar selalu memiliki "hati" untuk membantu sesama.
***

SELAMAT JALAN PAK BR

OBITUARI - BUDI ROCHADI WARISKAN KEBERANIAN UNTUK BI

     Jakarta, 11/7 - Meninggalnya Deputi Gubernur Bank Indonesia S. Budi Rochadi pada Senin pagi ini menyisakan duka yang mendalam bagi karyawan Bank Indonesia tidak terkecuali bagi staf di Biro Humas BI Edhie Haryanto yang beberapa kali mendampingi Pak BR, panggilan akrab beliau, berhubungan dengan wartawan.
     "Beliau meninggalkan contoh untuk bersikap berani terhadap yang menurutnya tidak benar, seperti saat wawancara mengenai UU Mata Uang beliau dengan keras menyampaikan ketidaksetujuannya dan meminta ditulis bahwa beliau akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi," kata Edhie di Jakarta, Senin.
     Hal lain yang menunjukkan keberanian beliau, lanjut Edhie adalah pada penanganan kasus penggelapan dana nasabah di Citibank. Saat beberapa pejabat BI belum berani bersuara mengenai kasus ini, Pak BR menyampaikan ke wartawan bahwa manajemen Citibank harus di fit n proper ulang, yang berarti harus ada pergantian pimpinan di Citibank Indonesia.
     "Keberanian dan ketegasan. Itu warisan berharga beliau bagi kami di Bank Indonesia," katanya.
     Meski bersikap tegas, Pak BR dikenal sangat dekat dengan anak buahnya seperti yang dirasakan oleh Peneliti Eksekutif DPNP Anto Prabowo yang beberapa kali mendampingi kerja beliau.
     "Beliau orangnya keras, teguh terhadap pendirian dan prinsip yang diyakininya namun demikian beliau begitu humanis selalu dekat dengan bawahannya. Kami sangat shock dan sangat kehilangan sosok beliau yang murah senyum," kata Anto.
     Budi Rochadi yang menjabat Deputi Gubernur BI sejak Januari 2007 meninggal dunia di New York sekitar pukul 18.30 waktu setempat atau pukul 6.30 WIB Senin ini saat menghadiri International Banknote Conference dan diskusi dengan Fed Reserve Newyork dan Bank Of New York mengenai Cash Handling.
     Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah mengatakan Bank Indonesia merasakan kehilangan putra terbaiknya yang sangat matang dan berdedikasi dalam pelaksanaan tugasnya, dan sosok yang sangat peduli mengenai peran BI dalam mendorong sektor riil dan UMKM.
     "Beliau banyak mendorong inisiatif BI agar peran BI di sektor riil dan UMKM terus ditingkatkan dan beliau selalu berpesan agar kepentingan nasional selalu menjadi pertimbangan utama dalam setiap pelaksanaan tugas BI," kata Difi.
     Pak BR, lahir di Solo 24 Maret 1951, mulai bekerja di BI pada tahun 1975, lalu pernah menjabat Pemimpin Bank Indonesia Semarang, Pemimpin Bank Indonesia Medan, dan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tokyo. Sebelum menjabat Deputi Gubernur, beliau menjadi Direktur Senior Pengawasan Bank.
     Jabatannya sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI No.69/P Tahun 2006 dan diambil sumpahnya (dilantik) pada tanggal 11 Januari 2007.
     Menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, tahun 1975. Beliau memperoleh gelar MA dalam bidang Ekonomi di Michigan State University, Amerika Serikat.
     Budi Rochadi meninggalkan istri Sriwati dan dua anak yaitu Diah Alit P dan Anggoro Dwi Nugroho
***